Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Rakyat Hikayat Abu Nawas


Hai bunda, sebagian besar orang mungkin tidak asing lagi dengan nama Abu Nawas, apakah bunda tahu? jika belum, Abu Nawas memiliki karakter yang di gambarkan sebagai sosok yang memiliki kecerdikan namun jenaka orangnya, banyak kisahnya yang dapat kita ambil nilai positifnya, ceritanya juga menghibur. Menariknya disetiap permasalahan yang di hadapi abu nawas diselesaikan dengan cara tak terduga jarang terpikirkan oleh kebanyakan orang secara umum. Bagaimana bunda penasaran dengan kisahnya? langsung saja berikut cerita hikayat abu nawas dibawa ini. Mariii bunda.

Cerita Rakyat Hikayat Abu Nawas

1. Abu Nawas dan Ibu Yang Sebenarnya

Pada suatu hari, hakim pengadilan dibuat bingung oleh dua orang ibu yang merebutkan seorang bayi. Karena sama-sama mempunyai bukti yang kuat, hakim tidak tahu bagaimana caranya untuk menentukan siapa ibu kandung dari bayi itu.

Akhirnya, dia pergi menghadap Raja Harun Al Rasyid untuk meminta bantuan supaya kasus tersebut tidak berlarut-larut.

Raja kemudian turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun, dia malah dibuat putus asa karenanya. Kedua wanita itu sama-sama keras kepala dan tetap menginginkan bayi itu.

Kemudian, Raja memanggil Abu Nawas ke istana. Setelah mengetahui duduk permasalahannya, dia mencari cara agar nasib bayi itu tidak terlunta-lunta dan bisa bersama lagi dengan ibu kandungnya.

Keesokan harinya, Abu Nawas pergi ke pengadilan dengan membawa serta seorang algojo. Abu menyuruh meletakkan bayi yang diperebutkan itu di atas sebuah meja.

"Apa yang akan kalau lakukan pada bayi itu?" tanya kedua ibu yang saling berebut itu bersamaan.

"Sebelum menjawab pertanyaan kalian, saya akan bertanya sekali lagi. Adakah di antara kalian berdua yang bersedia menyerahkan bayi itu kepada ibunya yang asli?" kata Abu Nawas.

"Tapi, bayi ini adalah anakku," jawab kedua ibu itu serentak.

"Baiklah kalau begitu. Karena kalian berdua sama-sama menginginkan bayi ini, dengan terpaksa saya akan membelah bayi ini menjadi dua," jawab Abu Nawas.

Mendengar jawaban tersebut, perempuan pertama sangat bahagia dan langsung menyetujui usulan tersebut. Sementara itu, perempuan yang kedua menangis histeris dan memohon agar Abu Nawas tidak melakukan hal tersebut.

"Tolong jangan belah bayi itu, serahkan saja dia pada wanita itu. Aku rela asalkan dia tetap hidup," isaknya.

Puaslah Abu Nawas ketika mendengar jawaban itu. Akhirnya, dia tahu siapa ibu dari bayi itu yang sebenarnya. Lalu, dia menyerahkan sang bayi pada perempuan kedua yang merupakan ibu kandungnya.

Setelah itu, Abu meminta agar pengadilan menghukum wanita yang pertama sesuai dengan kejahatannya.

Hal ini dikarenakan tidak ada seorang ibu yang tega melihat anaknya dibunuh, apalagi di hadapannya sendiri. Akhirnya, masalah pun selesai dan si bayi akhirnya dapat bersatu kembali dengan ibu kandungnya. (SELESAI)

2. Abu Nawas dan rumah sempit

Pada suatu hari, ada seorang laki-laki datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu hendak mengeluh kepadanya mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Dia sedih karena rumahnya terasa sempit ditinggali banyak orang.

"Abu Nawas, aku memiliki seorang istri dan delapan anak, tapi rumahku begitu sempit. Setiap hari, mereka mengeluh dan merasa tak nyaman tinggal di rumah. Kami ingin pindah dari rumah tersebut, tapi tidak mempunyai uang. Tolonglah katakan padaku apa yang harus kulakukan," kata lelaki itu.

Mendengar hal itu, Abu Nawas kemudian berpikir sejak. Tak berapa lama, sebuah ide terlintas di kepalanya.

"Kamu mempunyai domba di rumah?" tanya Abu Nawas padanya.

"Aku tak menaiki domba, jadi aku tak memilikinya," jawabnya.

Setelah mendengar jawabannya, dia meminta lelaki tersebut untuk membeli sebuah domba dan menyuruhnya untuk menaruh di rumah. Pria itu kemudian menuruti usul Abu Nawas dan kemudian pergi membeli seekor domba.

Keesokan harinya, dia datang lagi ke rumah Abu Nawas. "Bagaimana ini? Setelah aku mengikuti usulmu, nyatanya rumahku menjadi tambah sempit dan berantakan," keluhnya.

"Kalau begitu, cobalah beli dua ekor domba lagi dan peliharalah di dalam rumahmu," jawab Abu Nawas.

Kemudian, pria itu bergegas pergi ke pasar dan membeli dua ekor domba lagi. Namun, bukannya seperti yang diharapkan, rumahnya justru semakin terasa sempit.

Dengan perasaan jengkel, dia pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengadu yang ketiga kalinya. Dia menceritakan semua apa yang terjadi, termasuk mengenai istrinya yang menjadi sering marah-marah karena domba tersebut.

Akhirnya, Abu Nawas menyarankannya untuk menjual semua domba yang dimiliki.

Keesokan harinya, kedua orang tersebut bertemu kembali. Abu Nawas kemudian bertanya, "Bagaimana keadaan rumahmu sekarang, apakah sudah lebih lega?"

"Setelah aku menjual domba-domba tersebut, rumahku menjadi nyaman untuk ditinggali. Istriku pun tidak lagi marah-marah," jawab pria tersebut sambil tersenyum.

Akhirnya, Abu Nawas dapat menyelesaikan masalah pria dan rumah sempitnya itu. (SELESAI)

3. Abu Nawas Hina Raja, Malah Mendapat Hadiah

Awalnya raja memerintahkan prajurit menangkap Abu Nawas untuk dihukum.

Pada suatu hari, konon Abu Nawas menghina Raja Harun Al-Rasyid, bukannya kena hukum atau mara, ABu Nawas malah dapat hadiah. Alkisah, suatu ketika Raja Harun Al-Rasyid dalam sebuah perjalanan, dalam perjalanan tersebut sang raja merasakan sakit perut dan ingin membuang hajat.

Pada masa itu belum dikenal tempat buang hajat bernama toilet. Raja Harun Al-Rasyid memerintahkan prajuritnya untuk mengantarkan dirinya ke sungai untuk buang hajat.

Sampai di sungai, sang raja akhirnya buang hajat di tengah air yang mengalir deras. Pada waktu bersamaan, masyarakat sudah paham bahwa sangat dilarang keras buang hajat di bagian hulu sungai tersebut, dikhawatirkan kotoran akan mengalir ke arah raja. Bagi yang melanggar, pastinya akan mendapat hukuman berat.

Namun, Abu Nawas tak merisaukan kebiasaan tersebut. Dengan santai, Abu Nawas buang hajat di hulu sungai di mana raja juga sedang membuang hajat. Kotoran Abu Nawas akhirnya mengalir ke hilir dan mengenai sang raja. Raja kaget bukan kepalang, dan naik pitam.

Raja kemudian meminta prajurit menyusuri sungai dan menangkap orang yang buang hajat di depan. Tak butuh waktu lama, prajurit akhirnya menangkap Abu Nawas yang sedang santai buang hajat. Prajurit kemudian membawa Abu Nawas menghadap raja.

Atas perbuatannya tersebut, Abu Nawas terancam mendapat hukuman. Namun Abu Nawas protes kepada raja kenapa harus ditangkap. Raja pun akhirnya menjawab, Abu Nawas dianggap telah menghina raja karena buang hajat di depan raja.

"Kamu tak memiliki tata krama buang hajat di depanku hingga kotoranmu mengenaiku," bentak raja.

"Raja sepertinya salah paham," jawab Abu Nawas.

"Tak usah banyak alasan, kamu harus dihukum," ujar raja geram.

"Saya melakukan ini (buang hajat di hulu) agar bisa menghargai engkau baginda," jawab Abu Nawas.

Mendengar alasan Abu Nawas, Harun Al-Rasyid dibuat tertegun. "Kenapa perbuatan kamu buang hajat seperti itu dibilang menghormati aku," tanya raja.

"Begini, selama ini jika raja tengah mengadakan perjalanan dengan rakyat atau bersama prajurit, tidak ada di antara mereka yang berani mendahului jalan raja. Begitu juga dengan saya, ketika saya ikut rombongan raja, posisi ketika berjalan tidak berani mendahului Raja. Itu saya lakukan karena saya menjaga tata krama dan sopan santun kepada Raja," kata Abu Nawas.

"Ya bagus, tapi apa hubungannya dengan perbuatanmu sekarang ini?" tanya raja.

"Begini raja, saya menghormati engkau tidak setengah-setengah. Ketika saya buang hajat, saya memilih di hulu sungai agar kotoran saya tidak sopan kepada kotoran raja karena sudah berani berjalan mendahului kotoran raja. Ini semua saya lakukan demi tata krama saya kepada kotoran raja," jelas Abu Nawas.

Mendengar penjelasan Abu Nawas, raja tersenyum

dan tidak jadi marah atau menghukum Abu Nawas, tetapi Abu Nawas malah diberi hadiah karena alasannya masuk akal. (SELESAI)

Untuk lanjut membaca Cerita Dongeng Anak lainnya Bunda dapat mengikuti Navigasi Blog dibawah ini.

Posting Komentar untuk "Cerita Rakyat Hikayat Abu Nawas"